Zaman sekarang, begitu mudah untuk mengakses berbagai tontonan legal. Bahkan, kamu bisa mengakses konten-konten itu dengan harga yang terjangkau atau malah gratis.

YouTube bisa menjadi salah satu platform menonton yang terjangkau, lho. Selain bisa menonton banyak film hits dari berbagai dekade lewat fitur Play Movies, kamu juga bisa menonton beberapa film yang dihadirkan secara gratis melalui Youtube Official.


Salah satu konsep film gratis yang layak ditonton adalah short movies. Para sineas Indonesia menghasilkan banyak short movies berkualitas yang bisa ditonton secara cuma-cuma di YouTube. Enggak perlu melanggar copyright atau menghabiskan waktu lama, film-film ini bisa menjadi oase di tengah kesibukanmu!

Kita Tak Bisa ke Mana-Mana Lagi (2021)


Sebelumnya, perlu diketahui bahwa film pendek ini bisa sedikit berbahaya bagi kesehatan para sobat ambyar.

Bagaimana kalau dua mantan kekasih harus menghabiskan waktu berdua saja di ruang yang sempit? Walau ngakunya sudah move on, bahkan masing-masing sudah memiliki pasangan, tetapi obrolan akan memunculkan banyak hal yang ternyata belum selesai.

Berlatar di mobil, karena satu dan lain hal, sang pria harus menjemput sang wanita yang notabene adalah mantannya. Walaupun obrolan dimulai dengan ringan, seolah mereka sudah benar-benar move-on, ternyata hal itu membuka pintu gerbang bagi jutaan perasaan yang enggak terkatakan. Cinta yang mereka kubur pun seolah ingin tumbuh lagi. Masalahnya, keduanya akan menikah dalam waktu dekat.

Ada banyak obrolan yang begitu relate bagi penonton yang punya mantan terindah. Beberapa obrolan, seperti ketidaksetujuan orang tua, perbedaan prinsip, bahkan pelarian mungkin bisa bikin kalian baper.

Sebelum 7 Hari


Dalam waktu yang singkat, sebuah film horor berkualitas bisa memberikan ketakutan yang maksimal. Hal itu bisa kamu lihat dalam film bertajuk Sebelum 7 Hari.

Bian, Hanif, dan Ibu menginap di rumah nenek mereka sebelum sang nenek dimakamkan keesokan harinya. Sebetulnya, keduanya enggak terlalu dekat dengan sang nenek. Namun, entah mengapa mereka merasa bahwa arwah sang nenek masih berada di sana, memberikan serangkaian kejadian di luar nalar.

Kisah film ini berangkat dari keyakinan bahwa sebelum tujuh hari, arwah orang meninggal masih ada di dunia. Diolah sedemikian rupa, keyakinan itu menjadi ramuan horor yang cukup bikin deg-degan meskipun minim jumpscare.

Selain kengerian karena arwah sang nenek yang masih ada di rumah dan seolah berusaha berinteraksi, film ini juga punya pesan moral tentang bagaimana anak-anak muda kadang kerap lupa dengan mereka yang tua (orang tua dan kakek-nenek) karena kesibukan yang padat.

Walaupun agak creepy, tetapi film ini punya nuansa yang menghangatkan hati dan membuat kamu merindukan sosok nenek!

Tilik (2018)


Membicarakan tentang film pendek tentu sulit jika meninggalkan Tilik, sebuah film yang berkisah tentang sekelompok ibu-ibu dari sebuah desa di Daerah Istimewa Yogyakarta.

Dalam perjalanan menengok Bu Lurah, ibu-ibu tersebut saling berbincang di atas truk. Ya, seperti kebanyakan ibu-ibu pedesaan pada umumnya, mereka menyewa truk dan naik di baknya. Obrolan yang awalnya sekadar mengisi waktu ini berubah menyebalkan lantaran adanya Bu Tejo, seorang ibu-ibu yang hobi menghakimi dan sangat hafal dengan aib orang.

Tilik jadi viral bukan hanya karena sosok Bu Tejo yang menyebalkan. Tilik sangat realistis –siapa pun yang lama tinggal di daerah Yogyakarta dan Jawa Tengah pasti sudah enggak asing sama suasana dan konflik dalam film ini. Selain itu, ia juga sarat akan pesan sosial dan ironi.

KTP (2016)


Walaupun dirilis sudah lima tahun yang lalu, KTP memang masih bisa dinikmati bahkan relate dengan apa yang dirasakan masyarakat masa kini.

Pelayanan publik pemerintahan memang penuh dengan stereotip negatif. Apalagi, kalau sudah urusan administrasi. Gapteknya generasi tua aparatur sipil negara, budaya yang njelimet, dan parahnya budaya korupsi di masa lalu memang bikin hal-hal ini sulit diubah.

KTP berkisah tentang seorang ASN yang mendatangi rumah seorang kakek tua untuk melakukan pencatatan data. Kakek ini enggak punya KTP, sehingga enggak bisa memiliki kartu sehat. Pencatatan ini bermasalah lantaran sang kakek menganut Kejawen, agama yang enggak diakui di Indonesia. Sementara itu, sang ASN ogah melakukan pemalsuan data karena takut dipecat.

KTP menyentil banyak hal. Pertama, ia menyentil birokrasi yang rumit dan enggak fleksibel –ujung-ujungnya memaknai undang-undang dengan saklek. Contohnya, seperti bagaimana agama sosok Simbah dalam film ini enggak diakui, padahal sudah jelas Kejawen adalah agama yang banyak dianut masyarakat Jawa.

Kemudian soal bagaimana sistem diskusi masyarakat pedesaan Jawa kerap kali berujung rumit, molor, dan hanya lempar-lemparan pendapat tanpa ada ujung. KTP juga menyindir soal bagaimana ASN sulit untuk melaksanakan tugas karena ribetnya birokrasi dan peraturan, sehingga segala hal yang berhubungan dengan pemerintahan seolah bak warisan buruk yang berlangsung dari satu generasi ke generasi selanjutnya.

Walaupun singkat dan dibalut humor, KTP memang berhasil menggambarkan banyak kekurangan negara kita, terutama di daerah Jawa.

Menanti Keajaiban (2020)


Pernah menonton The Adjustment Bureau? Nyawa yang serupa ada di dalam film ini, setidaknya soal bagaimana hubungan dua orang ternyata diatur oleh sekelompok orang yang merupakan pembuat "skenario kehidupan"

Kinan adalah seorang penjaga kios kaca mata dan Karin adalah seorang pelanggan. Kehilangan lensa yang tebal membuat Kinan menawarkan Karin untuk menggunakan kacamata tester dan mengantarkannya ke stasium MRT untuk membantunya pulang. Namun, di sepanjang jalan, perasaan mereka bersemi dan mereka justru menghabiskan waktu buat bersama.

Sayangnya, cerita mereka bukanlah berada di dalam kontrol mereka. Ternyata, mereka hanyalah tokoh dalam tulisan dua penulis yang sedang berdebat. Pada satu titik, mereka menyadari hal itu.


Menanti Keajaiban memiliki kesan yang hangat dan cerita manis. Apalagi, ia dirilis dengan dua jenis akhir –kamu bisa memilih mana yang kamu suk. Lagu dari Padi pun membuat film ini jadi lebih renyah. Sayangnya, ada beberapa rincian yang membuat film jadi enggak setia sama premis. Misalnya, seperti kesalahan pada lensa.

Film ini adalah proyek kolaborasi dengan Padi sekaligus Huawei. Maka, semua adegan pun direkam dengan ponsel Huawei Mate Pro.

Djakarta 00 (2019)


Seperti apa Jakarta di masa depan? Dengan nuansa bak Love, Death, & Robots, film ini menawarkan ide getir: Jakarta tenggelam.

Ide ini memang klise. Banyak yang bilang bahwa suatu saat Jakarta memang bakal tenggelam. Yang enggak klise dari film ini adalah bahwa ia menggunakan konsep animasi. Selain itu, utopia Jakarta masa depan digambarkan cukup menggelitik: ia adalah kota kumuh yang dibangun asal-asalan di atas Jakarta asli yang sudah tenggelam. Sangat bobrok, dengan seng dan bahan bekas lain sebagai bahan bangunannya.

Tokoh utama dalam animasi ini adalah seorang seniman dan remaja penjual buku-buku bekas. Kisahnya bergulir lewat obrolan mereka, tentang masa lalu, penyesalan, dan harapan.

Walaupun ada sedikit kekurangan pada bagian audio, tetapi film animasi ini membuktikan bahwa sineas dan seniman Indonesia bisa berkarya out of the box.

Ruah (2017)


Suami ingin menikah lagi? Isu itu kerap menjadi perdebatan di tengah masyarakat. Para perempuan tentu enggak akan merelakannya. Terlebih, agama cuma dijadikan tameng dan justru mereka enggak memahami esensi dari agama dengan ingin menikah lagi bersama perempuan yang lebih muda.

Halim Hardiyanto memiliki kehidupan sempurna di kampung. Namun, ia enggak puas dan pengin menikah lagi. Sang istri enggak memberikan izin, tetapi ia tetap nekat menikahi Mega. Sang istri pun mengutuknya karena kenekatannya tersebut.

Kutukan istrinya kemudian berbuah malapetaka. Halim mengalami banyak kejadian yang aneh dan kesialan yang bertubi-tubi.